free stats

EPS. 4 – Positioning: Cara Brand Kamu Diingat di Kepala Orang

EPS. 4 – Positioning: Cara Brand Kamu Diingat di Kepala Orang

 

Halo teman-teman

Pernah nggak sih kamu ngerasa capek bikin konten, capek ngiklan, tapi hasilnya nihil?
Udah keluar tenaga, waktu, bahkan uang, tapi brand kamu tetap nggak diingat orang.
Nah, kalau kamu pernah ada di fase itu — tenang, kamu nggak sendirian.

Masalahnya bukan di produkmu, tapi di strategi positioning yang belum tepat.


1. Bisnis Tanpa Peta

Banyak pebisnis online yang jalan kayak orang naik mobil tanpa GPS.
Asal posting, asal ngiklan, berharap “mudah-mudahan laku.”
Padahal, dalam dunia digital marketing, berharap tanpa arah itu sama aja kayak jalan tanpa tujuan.


2. Bisnis Itu Seperti Catur

Bayangin kamu main catur tanpa rencana — cuma gerakin pion seadanya.
Akhirnya, kamu jadi pion yang mudah disapuan lawan.

Begitu juga bisnis.
Kalau kamu nggak punya strategi yang jelas, kamu cuma jadi pemain kecil di papan besar bernama pasar.


3. Waktu & Tenaga Terbuang

Banyak brand yang sebenernya punya produk bagus banget, tapi:

  • Nggak tahu siapa targetnya 🎯

  • Nggak tahu platform mana yang paling cocok 📱

  • Nggak tahu cara ngukur hasil 📊

Akhirnya apa?
Yang terbuang bukan cuma uang — tapi juga semangat dan kepercayaan diri.


4. Strategi = Pondasi

Digital marketing bukan tentang seberapa sering kamu posting, tapi seberapa tepat alasan kamu posting.
Kalau kamu ngerti kenapa sebuah konten dibuat, untuk siapa, dan apa tujuannya, setiap postinganmu akan punya arah.

Tanpa strategi, kamu cuma buang energi. Dengan strategi, setiap langkahmu jadi investasi.


5. Risiko yang Sering Terjadi

  1. 💸 Burn Out Finansial
    Ngiklan tanpa data dan target jelas bikin uang habis tanpa hasil.
    Bukan karena produknya jelek — tapi karena arah tembaknya salah.

  2. 🎯 Kehilangan Fokus
    Terlalu banyak ide, tapi nggak ada arah.
    Semua terlihat menarik, tapi nggak ada yang jalan.

  3. 😟 Kehilangan Kepercayaan Diri
    Hasil nggak datang, mulai ragu sama diri sendiri, dan akhirnya berhenti di tengah jalan.


6. Solusinya: Mindset & Strategi

Stop berharap pada “hoki”.
Mulailah dengan menentukan target market, memahami perilaku mereka, dan merancang strategi komunikasi yang relevan.

Begitu kamu tahu siapa yang kamu ajak bicara, setiap konten dan iklanmu jadi lebih nyambung dan berkesan.


7. Eksekusi Terukur

Strategi tanpa eksekusi itu cuma teori.
Makanya, setelah punya arah yang jelas, lanjut ke langkah berikutnya:

  • Pilih platform yang paling sesuai

  • Buat sistem penjualan yang bisa diukur

  • Uji hasilnya, evaluasi, dan perbaiki terus

Dengan cara ini, kamu bukan sekadar bermain di pasar, tapi menguasai papan permainan.


10. Strategi = Perhitungan

Tanpa strategi, bisnis itu perjudian.
Dengan strategi, setiap langkahmu adalah perhitungan yang terukur.
Dan di dunia bisnis, yang menang bukan yang paling cepat, tapi yang paling tepat langkahnya.


🎥 Tonton versi videonya di YouTube:
👉 EPS. 4 – Positioning: Cara Brand Kamu Diingat di Kepala Orang

📖 Baca episode sebelumnya:
➡️ EPS. 3 – Kekuatan Brand Value of Proportion

Atau kembali ke halaman utama Yoshugi Media:
🏠 https://yoshugimedia.com/

EPS. 3 – Kekuatan Brand Value of Proportion

EPS. 3 – Kekuatan Brand Value of Proportion

 

Halo teman-teman

Di episode sebelumnya kita udah bahas perbedaan antara produk bagus dan produk yang laku. Nah, sekarang kita lanjut ke pembahasan yang jadi “jantungnya” bisnis: brand value of proportion, alias seberapa kuat nilai dan kecocokan produkmu dengan pasar.


1. Produk Bagus Belum Tentu Laku

Kita ulang sedikit, karena ini penting banget: kualitas tinggi nggak cukup kalau pasarnya salah.
Produkmu bisa sempurna di mata kamu — tapi kalau audiens-nya nggak ngerasa butuh, hasilnya sama aja: sepi.

2. Market Fit Itu Jodohnya Produk dan Pasar

Bayangin kayak nyari pasangan. Produk kamu itu “orangnya”, sedangkan pasar itu “jodohnya”.
Kalau dua-duanya nyambung, frekuensinya pas, dan saling ngerti kebutuhan masing-masing — baru deh, klik!


3. Kenali Target Pasar

Sebelum bikin iklan atau strategi besar, tanya dulu:

“Siapa yang paling butuh produk ini?”
“Masalah apa yang sebenarnya mereka hadapi?”

Karena tanpa tahu siapa targetmu, semua campaign cuma akan jadi tembakan membabi buta.


4. Uji Respon Pasar

Nggak perlu langsung besar. Mulai aja dari langkah kecil — versi beta, testimoni awal, atau launching terbatas lewat iklan.
Dari situ kamu bisa lihat: respon pasar antusias, biasa aja, atau malah dingin. Itu datanya emas banget.


5. Dengarkan Feedback

Komentar, DM, bahkan chat calon pembeli itu bukan gangguan — itu kompas buat menentukan arah bisnis.
Kadang satu feedback jujur dari pembeli bisa lebih berharga daripada seribu like.


6. Studi Kasus: Brand Fashion Lokal

Ada satu brand fashion lokal yang awalnya targetin wanita kantoran. Tapi ternyata, responnya biasa aja.
Setelah riset, mereka ubah target ke ibu muda WFH (work from home) — dan hasilnya?
🔥 Penjualan naik 3x lipat hanya dalam 2 bulan.

Itulah kekuatan market fit: menemukan “siapa” yang benar-benar cocok dengan produkmu.


7. Komunikasi yang Nyambung

Kuncinya bukan sekadar pamer fitur, tapi membuat pesan yang nyambung secara emosional.
Konsumen nggak cuma beli karena butuh — mereka beli karena merasa dipahami.


8. Market Fit = Seperti Jodoh

Kadang yang kamu kira cocok malah nggak klik, dan yang tak kamu sangka malah jadi pasangan terbaik.
Begitu juga dengan bisnis. Kadang bukan produknya yang salah, tapi pasarnya aja yang belum tepat.


9. Manfaat Market Fit

Begitu kamu nemu kecocokan produk dan pasar, semuanya jadi terasa lebih ringan:

  • Iklan jadi lebih efisien 💰

  • Closing lebih cepat 💬

  • Bisnis terasa lebih tenang 🚀

Kamu nggak perlu maksa orang buat beli — mereka datang sendiri karena ngerasa “ini gue banget.”


10. Next Episode: Strategi Positioning Brand

Di video selanjutnya, kita bakal bahas strategi positioning — gimana caranya biar produkmu nggak cuma cocok, tapi juga menonjol di pasar.


🎥 Tonton versi videonya di YouTube:
👉 EPS. 3 – Kekuatan Brand Value of Proportion

Kalau kamu belum baca episode sebelumnya, kamu bisa mulai dari sini:
➡️ EPS. 2 – Apa Bedanya Produk Bagus dan Produk yang Laku?

Atau kembali ke halaman utama Yoshugi Media:
🏠 https://yoshugimedia.com/

EPS. 2 – Apa Bedanya Produk Bagus dan Produk yang Laku?

EPS. 2 – Apa Bedanya Produk Bagus dan Produk yang Laku?

 

Halo teman-teman,

Kalau di episode sebelumnya kita sudah bahas kenapa banyak brand gagal di tahun pertama, kali ini kita lanjut ke hal yang sering bikin pengusaha bingung — produk bagus itu belum tentu laku.

Banyak brand jatuh bukan karena produknya jelek, tapi karena pasarnya nggak ngerti nilai dari produk itu sendiri.


1. Produk Bagus Belum Tentu Laku

Kualitas tinggi itu penting, tapi bukan jaminan produkmu bakal diterima pasar.
Kamu bisa punya bahan terbaik, desain eksklusif, dan kemasan mewah — tapi kalau orang nggak tahu kenapa mereka harus beli, semua itu nggak berarti.


2. Produk Laku vs Produk Bagus

Ada perbedaan besar di sini:

  • Produk bagus sering kali dipuji oleh pembuatnya.

  • Produk laku dipahami oleh pembelinya.

Produk yang laku adalah produk yang “klik” di kepala konsumen — mereka tahu manfaatnya, ngerasa butuh, dan akhirnya beli tanpa banyak mikir.


3. Relevansi Adalah Kuncinya

Coba tanya lagi ke diri sendiri:

“Apakah produkku benar-benar menyelesaikan masalah orang tertentu?”

Relevansi jauh lebih penting daripada sekadar fitur. Kadang produk sederhana bisa lebih cepat laku kalau benar-benar menjawab kebutuhan nyata konsumen.


4. Pentingnya Positioning

Kalau pasar sudah ramai, yang membedakan kamu dari kompetitor adalah positioning.
Temukan sudut unik dari produkmu — apa yang membuatnya beda?

Contoh: dua brand jual skincare dengan kandungan sama, tapi satu fokus ke “kulit sensitif remaja”, satunya ke “wanita pekerja yang sibuk”.
Padahal bahan sama, tapi positioning-nya berbeda — dan hasilnya pun beda.


5. Persepsi Adalah Segalanya

Orang tidak selalu membeli produk terbaik. Mereka membeli produk yang terasa cocok dan mereka percaya.
Persepsi ini dibangun lewat branding, komunikasi, dan cerita yang konsisten.

Jadi, bukan soal siapa yang paling hebat, tapi siapa yang paling dipercaya.


6. Analogi yang Simpel

Bayangin kamu punya sate terenak di dunia — tapi dijual ke vegetarian.
Hasilnya? Ya nggak akan laku juga.

Artinya, produk sehebat apapun tetap harus berada di pasar yang tepat.
Kualitas tinggi + target yang salah = gagal total.


7. Kesimpulan

Idealnya, kamu punya produk bagus dan strategi komunikasi yang kuat.
Gabungan keduanya akan bikin bisnis kamu bukan cuma hidup, tapi tumbuh secara konsisten.


8. Langkah Selanjutnya

Kalau kamu sudah paham perbedaan antara produk bagus dan produk laku, langkah berikutnya adalah belajar tentang positioning dan storytelling.
Karena di situlah kamu akan tahu cara membuat orang nggak cuma beli — tapi juga percaya.


🎥 Tonton Versi Videonya di YouTube:
👉 EPS. 2 – Apa Bedanya Produk Bagus dan Produk yang Laku?


Kalau kamu belum sempat baca episode sebelumnya, kamu bisa mulai dari sini:
➡️ EPS. 1 – Kenapa Banyak Brand Gagal di Tahun Pertama

Atau kembali ke halaman utama Yoshugi Media:
🏠 https://yoshugimedia.com/

EPS. 1 – Kenapa Banyak Brand Gagal di Tahun Pertama

EPS. 1 – Kenapa Banyak Brand Gagal di Tahun Pertama

 

Halo teman-teman,

Kamu pasti sering dengar cerita:
“Saya udah bikin produk bagus, kemasannya keren, kualitasnya juga premium — tapi kok nggak laku ya?”

Nah… kalau kamu pernah ada di posisi itu, kamu nggak sendirian.
Karena ternyata, banyak brand gagal bukan karena produknya jelek, tapi karena nggak nyambung sama pasar.

Yup, ide yang keren belum tentu market fit.
Produk yang kamu cintai belum tentu disukai pasar. Dan di situlah kesalahan paling fatal banyak pebisnis baru.


1. Ide Keren ≠ Laku di Pasaran

Kebanyakan pebisnis jatuh cinta duluan sama idenya sendiri.
Padahal, pasar nggak peduli seberapa “keren” idemu — yang mereka peduli cuma:

“Masalah saya bisa selesai nggak kalau beli produk ini?”

Kalau produkmu nggak menjawab pertanyaan itu, maka seberapa mahal promosi pun, hasilnya bakal tetap seret.


2. Fokus Pertama Bukan Jual Apa, Tapi Siapa yang Mau Beli

Sebelum berpikir tentang produk, tanya dulu:

“Siapa yang akan saya bantu?”

Begitu kamu tahu siapa targetmu, kamu bisa bikin produk yang benar-benar relevan buat mereka.
Bukan produk yang “kamu suka”, tapi produk yang “mereka butuh”.


3. Passion vs Kebutuhan Pasar

Kamu boleh banget punya passion, tapi jangan sampai passion menutup mata dari kenyataan pasar.
Misal, kamu suka bikin lilin aroma terapi — tapi kalau target pasarmu nggak peduli soal relaksasi, produkmu bakal susah jalan.

Relevansi lebih penting daripada kreativitas.


4. Produk Bagus Belum Tentu Produk Laku

Produk yang laku bukan yang paling bagus di mata produsen, tapi yang paling nyambung di mata konsumen.
Contohnya?

Produk yang benar-benar laku biasanya:

  • Menyelesaikan masalah nyata

  • Membuat hidup konsumen lebih mudah

  • Menawarkan solusi yang terasa “ngena”


5. Find the Pain, Not the Patient

Kata Pak Yoyok, “Jangan sibuk mencari siapa pasiennya — temukan dulu rasa sakitnya.”

Artinya, kamu nggak perlu menebak-nebak siapa target demografismu dulu (usia, jenis kelamin, kota, dll).
Temukan dulu masalah spesifik yang banyak dialami orang.
Baru deh kamu cari siapa yang paling sering mengalaminya.


6. Contoh: Ibu & Anak

Misalnya kamu menjual produk bayi.
Jangan cuma bilang “target saya ibu-ibu muda.”

Tapi gali lebih dalam:

  • Apakah mereka punya masalah kulit bayi yang iritasi?

  • Apakah bayi mereka susah tidur?

  • Atau kulitnya kering saat cuaca dingin?

Nah, dari sanalah kamu bisa bikin produk yang benar-benar relevan dan punya daya jual tinggi.


7. Produk Market Fit: Mukena Travel

Contoh nyata yang disebut Pak Yoyok — mukena travel super ringan.
Bukan karena bahannya paling mewah, tapi karena nyambung banget dengan kebutuhan pasar:

“Aku pengen mukena yang bisa dilipat kecil, gampang dibawa, dan nggak berat di tas.”

Detail kecil kayak gini justru jadi pembeda besar di pasaran.


8. Detail Kecil, Dampak Besar

Kadang, kesuksesan produk justru datang dari hal sederhana:

  • Pilihan bahan

  • Warna yang lembut

  • Kemasan yang praktis

  • Posisi branding yang spesifik

Hal-hal kecil inilah yang bikin produkmu terasa “ngerti banget” sama konsumen.


9. Tenangkan Pikiran Sebelum Produksi

Sebelum buru-buru produksi, stop dulu.
Tarik napas, tenangkan pikiran, lalu tanya ke diri sendiri:

“Siapa sebenarnya yang ingin saya bantu?”

Kalau kamu udah punya jawabannya, riset pasar, branding, dan proses launching akan jauh lebih mudah dan terarah.


10. Kesimpulan: Produk yang Nyambung Menang

Kesuksesan produk bukan soal siapa yang paling kreatif atau punya ide paling unik,
tapi siapa yang paling nyambung dengan pembelinya.

Kalau kamu bisa menyelesaikan masalah orang dengan cara yang sederhana dan tepat sasaran,
maka produkmu punya peluang besar untuk bertahan — bukan cuma setahun, tapi jangka panjang.


🎥 Tonton versi lengkapnya di YouTube:
👉 Kenapa Banyak Brand Gagal di Tahun Pertama — oleh Yoyok Rubiantono

🏠 Kembali ke Home: https://yoshugimedia.com/

Cara Mengukur Keberhasilan Iklan dengan Framework AARRR (Metrics yang Benar-benar Penting)

Halo teman-teman,                                                                                                                                                                                                                                                                          Kita semua tahu kalau banyak advertiser menilai keberhasilan iklan hanya dari satu angka — ROAS.
Padahal, kalau kamu cuma fokus ke hasil akhir tanpa memahami prosesnya, kamu bisa kehilangan peluang besar untuk scaling dengan lebih cerdas.

Nah, di artikel kali ini, kita akan bahas bagaimana menggunakan framework AARRR (Acquisition, Activation, Retention, Referral, Revenue) untuk mengukur hasil iklan dengan cara yang lebih akurat dan strategis.

1. Acquisition — Dari Mana Audiens Datang

Tahap pertama ini fokus pada bagaimana orang menemukan bisnismu.
Apakah dari Facebook, Instagram, atau mungkin dari retargeting?

Gunakan Breakdown di Ads Manager untuk melihat sumber traffic paling efisien.
Lihat metrik seperti Cost per Acquisition (CPA) dan Click-Through Rate (CTR).

🎯 Tujuan utamanya: Mendatangkan traffic berkualitas, bukan cuma banyak.

2. Activation — Apakah Mereka Tertarik Lebih Dalam

Setelah klik iklanmu, apakah mereka lanjut membaca landing page? Mengisi form? Add to cart?
Tahap ini menunjukkan seberapa besar ketertarikan audiens terhadap produkmu.

Gunakan event seperti ViewContent, AddToCart, dan Lead untuk mengukurnya.
Kalau gap antara Link Click dan Landing Page View terlalu besar, bisa jadi halaman kamu lambat atau tidak menarik.

📊 Tips: Selalu optimalkan kecepatan dan isi landing page agar tidak kehilangan potensi pembeli.

3. Retention — Apakah Mereka Datang Lagi

Retention bukan cuma buat aplikasi atau langganan. Dalam bisnis online, retensi berarti menjaga pembeli agar terus berinteraksi dan belanja ulang.

Gunakan Custom Audience dari pembeli sebelumnya untuk melihat seberapa banyak yang kembali.
Kamu juga bisa gunakan email marketing atau retargeting ads untuk menjaga koneksi dengan pelanggan lama.

🔁 Tujuan: Bangun hubungan jangka panjang, bukan transaksi satu kali.

4. Referral — Apakah Mereka Merekomendasikan Produkmu

Tahap ini sering diabaikan, padahal referral bisa jadi sumber pertumbuhan organik yang kuat.
Perhatikan berapa banyak audiens yang membagikan kontenmu, tag teman, atau kasih testimoni positif.

Kamu juga bisa dorong UGC (User Generated Content) dengan campaign sederhana seperti “Ceritakan Pengalamanmu!”

💡 Tips: Retarget orang yang berinteraksi dengan konten testimoni atau review untuk hasil konversi lebih tinggi.

  1. Revenue — Seberapa Banyak Uang yang Masuk

Baru di tahap ini kamu lihat angka seperti ROAS, Conversion Value, dan Purchase Count.
Tapi bedanya, sekarang kamu tahu alasan di balik angka tersebut.

💰 Ingat: ROAS tinggi tanpa tahu “kenapa” artinya kamu tidak bisa mengulanginya.

Framework AARRR bantu kamu memahami story behind the data — supaya keputusan iklanmu lebih tajam dan strategis.

🎓 WebinarDigital Marketing Tingkat Lanjut

Kalau kamu ingin belajar lebih dalam tentang cara membaca dan mengukur performa iklan menggunakan framework seperti AARRR, ikuti webinar eksklusif dari Yoshugi Media:

📅 Tanggal: Sabtu, 29 November 2025
🕘 Waktu: 09.00 – 16.00 WIB
🎯 Topik: Mindset Pebisnis Online, Strategi Meta Ads, Funnel, dan Scaling
🎁 Bonus Eksklusif:

E-Course senilai Rp6.000.000
Video Recording
E-Certificate
Voucher Shopee Rp50.000

💸 Biaya pendaftaran: Rp100.000
👉 Daftar di sini: https://yoshugimedia.com/webinar-bisnis-online/

Dengan memahami framework AARRR, kamu bisa melihat performa iklan dari berbagai sisi — bukan hanya hasil akhir, tapi juga proses yang membentuknya.
Inilah kunci untuk optimasi dan scaling iklan yang berkelanjutan.

➡️ Artikel Sebelumnya: Strategi Cross-Platform Meta Ads: Menyambungkan Kampanye antara Facebook & Instagram

➡️ Kembali ke Home: https://yoshugimedia.com/

Nantikan artikel selanjutnya: “Cara Membuat Dashboard Laporan Iklan Otomatis di Google Data Studio (Integrasi Meta Ads).”
Kita akan bahas gimana cara membuat sistem pelaporan otomatis supaya kamu bisa pantau performa iklan tanpa repot buka Ads Manager setiap hari!

Strategi Cross-Platform Meta Ads: Menyambungkan Kampanye Antara Facebook & Instagram


Halo teman-teman,

Kita semua tahu kalau Facebook dan Instagram adalah dua platform besar yang dimiliki oleh Meta. Tapi meskipun keduanya terhubung, banyak advertiser yang tidak memanfaatkan sinergi antar-platform ini dengan maksimal.

Padahal, kalau kamu bisa menghubungkan strategi Facebook Ads dan Instagram Ads dengan benar, hasilnya bisa meningkatkan performa kampanye hingga 2–3 kali lipat.


1. Kenali Perilaku Audiens di Masing-Masing Platform

Meskipun satu ekosistem, karakter pengguna Facebook dan Instagram itu berbeda.

  • Facebook → audiens cenderung lebih suka informasi dan diskusi panjang.

  • Instagram → audiens lebih cepat tertarik dengan visual dan emosi.

Gunakan format iklan berbeda di tiap platform:

  • Facebook: carousel ads, video edukatif, atau copy panjang.

  • Instagram: reels, story ads, dan visual singkat tapi impactful.


2. Gunakan Placement Manual

Alih-alih memilih “Automatic Placement”, coba gunakan manual placement untuk menguji performa masing-masing platform.
Contohnya:

  • Jalankan campaign awareness di Instagram.

  • Jalankan campaign consideration di Facebook.

Dengan begitu kamu bisa tahu platform mana yang paling efisien untuk tiap tujuan funnel.


3. Sinkronkan Creative & Messaging

Meskipun visualnya berbeda, pastikan pesan utama kampanyemu tetap konsisten.
Contoh:
Kalau kamu sedang promo diskon 30%, pastikan narasinya sama di Facebook dan Instagram agar audiens tidak bingung.

Gunakan tone dan gaya komunikasi yang selaras agar brand kamu terasa solid di semua platform Meta.


4. Manfaatkan Data Cross-Platform

Gunakan Meta Pixel dan API Conversion untuk mengumpulkan data dari kedua platform secara bersamaan.
Dengan begitu, kamu bisa membuat custom audience gabungan dari:

  • Orang yang lihat video di Instagram

  • Orang yang klik link di Facebook

Gabungan data ini sangat berguna untuk strategi remarketing dan lookalike audience.


5. Buat Funnel Cross-Platform

Biar hasilnya makin optimal, buat funnel lintas platform seperti ini:

  1. Awareness → Iklan video di Instagram

  2. Consideration → Post edukatif di Facebook

  3. Conversion → Retargeting di kedua platform

Strategi ini memastikan kamu menyentuh audiens di berbagai titik perjalanan pembelian.


6. Evaluasi dan Optimasi Secara Menyeluruh

Gunakan Ads Manager untuk melihat performa per platform, bukan cuma total campaign.
Perhatikan metrik seperti:

  • CPM dan CTR per placement

  • ROAS per platform

  • Engagement rate di masing-masing media

Dari situ kamu bisa putuskan: apakah perlu fokus di satu platform atau lanjut gabungan.


🎓 Webinar Digital Marketing Tingkat Lanjut

Kalau kamu ingin belajar bagaimana menghubungkan kampanye antar-platform dengan strategi funnel yang lebih efisien, jangan lewatkan webinar eksklusif dari Yoshugi Media:

📅 Tanggal: Sabtu, 29 November 2025
🕘 Waktu: 09.00 – 16.00 WIB
🎯 Topik: Mindset Pebisnis Online, Strategi Meta Ads, Funnel, dan Scaling
🎁 Bonus Eksklusif:


Dengan menggabungkan kekuatan Facebook dan Instagram dalam satu strategi terpadu, kamu bisa menjangkau lebih banyak orang, membangun hubungan yang lebih kuat, dan meningkatkan hasil penjualanmu secara signifikan.

➡️ Artikel Sebelumnya: Strategi Advanced Lookalike: Kombinasi Multi-Country untuk Penetrasi Pasar Baru
➡️ Kembali ke Home: https://yoshugimedia.com/

Nantikan artikel selanjutnya: “Cara Mengoptimalkan Cross-Platform Campaign Menggunakan Ads Manager Reports.”
Kita akan bahas bagaimana membaca data lintas platform dengan akurat biar keputusan iklanmu makin tajam!

Strategi Advanced Lookalike: Kombinasi Multi-Country untuk Penetrasi Pasar Baru


Halo teman-teman,

Kalau sebelumnya kita sudah bahas tentang cara memanfaatkan Custom Audience agar hasil iklan lebih maksimal, kali ini kita naik level. Kita akan bahas strategi Lookalike Audience lintas negara (multi-country lookalike) — salah satu rahasia scaling global yang dipakai oleh para advertiser kelas dunia.

Banyak pebisnis online yang sebenarnya punya potensi menembus pasar luar negeri, tapi terhambat karena tidak tahu bagaimana caranya menjangkau audiens baru dengan efisien. Nah, dengan strategi ini, kamu bisa memperluas jangkauan tanpa kehilangan kualitas audiens.


1. Apa Itu Multi-Country Lookalike?

Multi-country Lookalike adalah teknik membuat audiens serupa (Lookalike) dari satu sumber data, tapi digunakan di beberapa negara sekaligus.

Contohnya:
Kamu punya 1.000 pembeli dari Indonesia, lalu kamu gunakan data ini untuk membuat Lookalike di Malaysia, Singapura, dan Filipina.

Meta akan mencari orang dengan perilaku mirip pembeli Indonesia di negara-negara tersebut.
Hasilnya? Kamu bisa menemukan peluang pasar baru tanpa harus mulai dari nol.


2. Tentukan Negara Berdasarkan Potensi Pasar

Jangan asal pilih negara, ya.
Gunakan data seperti:

  • Negara dengan shipping mudah atau biaya rendah

  • Negara yang bahasanya mirip (misalnya Indonesia–Malaysia)

  • Negara dengan tren produk yang sama

Kamu bisa riset cepat lewat Google Trends atau Meta Audience Insights.


3. Gunakan Source Data Berkualitas

Ingat prinsip dari artikel sebelumnya — Lookalike hanya sebaik source datanya.
Jadi pastikan data yang kamu gunakan berasal dari:

  • Pembeli aktif (Purchase Event)

  • Pelanggan yang repeat order

  • Daftar pelanggan loyal dari CRM

Hindari data yang hanya “lihat-lihat produk” karena itu tidak menunjukkan niat beli tinggi.


4. Uji Skala Persentase yang Berbeda

Untuk pasar baru, jangan langsung pakai 1% Lookalike saja.
Coba kombinasi 1%, 3%, dan 5% agar algoritma punya ruang untuk mencari audiens potensial di negara lain.

Gunakan ad set berbeda untuk tiap persentase agar hasil pengujian lebih akurat.


5. Gunakan Bahasa Lokal atau Adaptasi Copywriting

Walaupun audiensnya “mirip secara perilaku”, tetap penting untuk menyesuaikan bahasa dan gaya komunikasi.

Contoh:

  • Indonesia: “Bikin penampilan makin keren tiap hari!”

  • Malaysia: “Tampil bergaya setiap hari tanpa susah payah!”

Perbedaan kecil seperti ini bisa meningkatkan CTR dan konversi secara signifikan.


6. Skalakan Secara Bertahap

Jangan langsung target banyak negara sekaligus.
Mulailah dari 2–3 negara dengan performa terbaik, lalu tambahkan negara baru setiap kali hasilnya stabil.

Gunakan Campaign Budget Optimization (CBO) agar Meta mengalokasikan budget ke negara yang paling efektif.


7. Pantau Data Per Negara

Perhatikan hasil per negara di Ads Manager, terutama pada metrik berikut:

  • CTR (Click-Through Rate)

  • CPC (Cost per Click)

  • ROAS (Return on Ad Spend)

Dengan begitu kamu tahu negara mana yang paling potensial untuk ekspansi berikutnya.


🎓 Webinar Bisnis Online & Meta Ads Mastery

Kalau kamu ingin belajar strategi Lookalike lintas negara dan cara scaling global tanpa buang budget,
ikuti webinar eksklusif dari Yoshugi Media:

📅 Tanggal: Rabu, 29 November 2025
🕘 Waktu: 09.00 – 16.00 WIB
🎯 Topik: Mindset Pebisnis Online, Strategi Meta Ads, Funnel, dan Scaling
🎁 Bonus Eksklusif:


Dengan strategi Lookalike multi-country, kamu bisa memperluas pasar, menjangkau pelanggan baru, dan meningkatkan potensi omzet lintas negara tanpa kehilangan efisiensi iklan.

➡️ Artikel Sebelumnya: Cara Memanfaatkan Custom Audience untuk Hasil Iklan Lebih Maksimal
➡️  Kembali ke Home: https://yoshugimedia.com/

Nantikan artikel selanjutnya: “Cara Menggunakan Automated Rules di Meta Ads untuk Menghemat Waktu & Budget.”
Kita akan bahas bagaimana otomatisasi bisa bantu kamu jadi advertiser yang lebih efisien!

Cara Memanfaatkan Custom Audience untuk Hasil Iklan Lebih Maksimal


Halo teman-teman,

Pernah nggak sih kamu merasa sudah keluarin budget iklan lumayan besar, tapi hasilnya gitu-gitu aja? Bisa jadi masalahnya bukan di iklannya, tapi di siapa yang kamu target. Nah, di sinilah peran Custom Audience jadi kunci utama buat meningkatkan efisiensi iklan di Meta Ads.

Dengan fitur ini, kamu bisa menargetkan orang-orang yang sudah pernah berinteraksi dengan bisnismu sebelumnya — baik dari website, media sosial, hingga database pelanggan. Artinya, kamu beriklan ke orang yang udah kenal kamu duluan. Lebih hangat, lebih mudah dikonversi.


1. Apa Itu Custom Audience?

Custom Audience adalah fitur di Meta Ads yang memungkinkan kamu membuat audiens berdasarkan data yang kamu miliki sendiri.
Contohnya:

  • Orang yang pernah mengunjungi website-mu,

  • Pengguna yang berinteraksi di akun Instagram atau Facebook-mu,

  • Atau bahkan daftar pelanggan dari email list atau CRM.

Dengan kata lain, kamu bisa membangun kolam audiens “privat” untuk ditarget secara spesifik.
Strategi ini jauh lebih efisien daripada terus menarget cold audience yang belum kenal sama sekali.


2. Jenis-Jenis Custom Audience yang Wajib Dicoba

Agar hasilnya maksimal, berikut empat jenis Custom Audience yang paling efektif di 2025:

  1. Website Visitors
    Targetkan orang yang pernah mampir ke landing page atau produk page, tapi belum melakukan pembelian.

  2. Engagement Audience
    Buat audiens dari orang-orang yang pernah nonton video, like post, atau DM akunmu di Instagram/Facebook.

  3. Customer List
    Upload daftar pelanggan atau subscriber kamu untuk upselling atau cross-selling produk baru.

  4. App Activity
    Kalau kamu punya aplikasi sendiri, targetkan pengguna aktif atau yang baru login setelah sekian lama.


3. Segmentasi Berdasarkan Durasi

Durasi menentukan seberapa “hangat” audiens kamu.
Contohnya:

  • 7 Hari: Orang yang baru banget interaksi, masih hangat banget

  • 30 Hari: Mulai agak dingin, tapi masih relevan

  • 60–90 Hari: Mulai dingin, bisa dipanaskan lagi pakai konten edukatif atau promo ringan

Gunakan pendekatan berbeda di setiap durasi ini biar hasilnya makin efektif.


4. Gabungkan Custom Audience dengan Funnel Marketing

Custom Audience paling ampuh kalau kamu gabungkan dengan struktur funnel yang jelas.

Contohnya:

  • Top of Funnel (TOF): Edukasi dan brand awareness → target Lookalike dari pembeli.

  • Middle of Funnel (MOF): Retarget pengunjung website dan engagers 7–30 hari terakhir.

  • Bottom of Funnel (BOF): Follow-up pelanggan lama atau orang yang sudah Add to Cart tapi belum checkout.

Dengan begitu, setiap lapisan funnel bekerja sinergis tanpa tumpang tindih.


5. Tips Maksimalin Performa Custom Audience

  • Gunakan iklan soft-sell untuk audiens hangat agar tidak terasa seperti hard-selling.

  • Rajin update data setiap 30–45 hari supaya performa tetap akurat.

  • Gabungkan dengan Lookalike Audience agar bisa memperluas jangkauan ke calon pelanggan baru yang mirip dengan audiens lama.


🎓 Webinar Digital Marketing Tingkat Lanjut

Kalau kamu ingin belajar lebih dalam tentang strategi Custom Audience, Lookalike Audience, dan cara membangun funnel iklan yang efektif,
ikuti webinar eksklusif dari Yoshugi Media:

📅 Tanggal: Rabu, 29 November 2025
🕘 Waktu: 09.00 – 16.00 WIB
🎯 Topik: Mindset Pebisnis Online, Strategi Meta Ads, Funnel, dan Scaling
🎁 Bonus Eksklusif:

  • E-Course senilai Rp6.000.000

  • Video Recording

  • E-Certificate

  • Voucher Shopee Rp50.000

💸 Biaya pendaftaran: Rp100.000
👉 Daftar di sini: https://yoshugimedia.com/webinar-bisnis-online/


Dengan memahami Custom Audience, kamu nggak cuma bisa menghemat budget, tapi juga meningkatkan relevansi dan efektivitas iklanmu.
Karena di dunia digital marketing, yang penting bukan berapa banyak orang melihat iklanmu — tapi seberapa tepat orang yang melihatnya.

➡️ Artikel Sebelumnya: Strategi Lookalike Audience 2025: Cara Menemukan Pelanggan Baru dari Data Lama/

➡️ Kembali ke Home: https://yoshugimedia.com/

Nantikan artikel selanjutnya: “Retargeting Funnel: Cara Menyusun Alur Iklan dari Awareness hingga Repeat Order.”
Kita akan bahas step-by-step bikin funnel retargeting yang nggak cuma jualan, tapi juga bangun loyalitas pelanggan!

Strategi Lookalike Audience 2025: Cara Menemukan Pelanggan Baru dari Data Lama


Halo teman-teman,

Kita semua tahu kalau Meta Ads punya salah satu fitur paling powerful di dunia digital marketing: Lookalike Audience.
Tapi sayangnya, masih banyak yang pakai fitur ini asal-asalan — tanpa memahami cara kerjanya secara mendalam.

Nah, di artikel kali ini, kita akan bahas bagaimana mengoptimalkan Lookalike Audience di tahun 2025 agar kamu bisa menemukan pelanggan baru yang benar-benar mirip dengan pembeli terbaikmu.


1. Apa Itu Lookalike Audience?

Lookalike Audience adalah fitur Meta Ads yang memungkinkan kamu menjangkau orang-orang yang memiliki karakteristik mirip dengan pelanggan atau audiens yang sudah berinteraksi dengan bisnis kamu.

Misalnya:
Kalau kamu punya 1.000 orang yang pernah beli produkmu, Meta bisa mencari jutaan orang lain dengan perilaku dan minat serupa.
Inilah yang bikin strategi Lookalike sangat efisien untuk scaling tanpa kehilangan relevansi.


2. Gunakan Source Data Berkualitas

Kesalahan paling umum adalah pakai source data yang “asal ada”.
Padahal, kualitas Lookalike sangat bergantung pada kualitas sumber datanya.

Gunakan sumber yang punya tingkat niat tinggi, seperti:

  • Custom audience dari pembeli (Purchase)

  • Custom audience dari Add to Cart

  • Daftar email pelanggan aktif

  • Data pelanggan dari CRM

Hindari data seperti View Content yang terlalu luas karena bisa bikin Lookalike-nya tidak akurat.


3. Tentukan Persentase Lookalike dengan Tepat

Meta memungkinkan kamu memilih ukuran Lookalike dari 1% sampai 10% dari populasi negara yang kamu targetkan.

  • 1% = paling mirip tapi audiens kecil

  • 5–10% = lebih luas tapi kurang mirip

Saran terbaik di 2025:
Mulai dari 1%, 3%, dan 5% sebagai tiga lapisan.
Uji performanya secara terpisah, lalu scaling dari yang performanya paling efisien.


4. Gabungkan dengan Layer Interest

Lookalike yang bagus tetap bisa jadi lebih tajam kalau kamu tambahkan interest layering.
Contoh:
Lookalike dari pembeli parfum → tambahkan interest “Luxury”, “Fragrance”, atau “Self-care”.

Tujuannya supaya algoritma Meta punya panduan tambahan untuk menyaring audiens potensial yang lebih relevan.


5. Perbarui Data Secara Berkala

Jangan lupa — data pelanggan terus berubah.
Kalau kamu masih pakai data lama dari 6 bulan lalu, performa Lookalike-nya bisa menurun.

Buatlah rutinitas:
📅 Update source data setiap 30–45 hari untuk menjaga akurasi dan relevansi.


6. Gunakan Lookalike Funnel

Coba buat funnel Lookalike untuk setiap tahap pembelian:

  • Lookalike dari Add to Cart → untuk campaign retargeting ringan

  • Lookalike dari Purchase → untuk cold audience berkualitas tinggi

  • Lookalike dari Engagers → untuk awareness atau video ads

Dengan begini, setiap lapisan funnel punya audiens yang saling melengkapi.


7. Jangan Gunakan Lookalike Secara Berlebihan

Ingat, Lookalike bukan peluru emas.
Kalau kamu pakai terlalu banyak (misalnya 10 Lookalike di campaign yang sama), algoritma bisa kebingungan.

Batasi maksimal 3–4 Lookalike per ad set agar performa tetap optimal.


🎓 Webinar Digital Marketing Tingkat Lanjut

Kalau kamu ingin belajar lebih dalam tentang strategi Lookalike Audience dan cara scaling audiens dengan efisien,
ikuti webinar eksklusif dari Yoshugi Media:

📅 Tanggal: Rabu, 29 November 2025
🕘 Waktu: 09.00 – 16.00 WIB
🎯 Topik: Mindset Pebisnis Online, Strategi Meta Ads, Funnel, dan Scaling
🎁 Bonus Eksklusif:

  • E-Course senilai Rp6.000.000

  • Video Recording

  • E-Certificate

  • Voucher Shopee Rp50.000

💸 Biaya pendaftaran: Rp100.000
👉 Daftar di sini: https://yoshugimedia.com/webinar-bisnis-online/


Dengan memahami dan mengoptimalkan Lookalike Audience, kamu bisa memperluas pasar tanpa kehilangan kualitas audiens.
Gunakan data lama sebagai fondasi, dan biarkan algoritma Meta menemukan pelanggan baru untukmu.

➡️ Artikel Sebelumnya: Cara Menentukan Kapan Harus Matikan Campaign Lama dan Ganti dengan yang Baru
➡️  Kembali ke Home: https://yoshugimedia.com/

Nantikan artikel selanjutnya: “Strategi Advanced Lookalike: Kombinasi Multi-Country untuk Penetrasi Pasar Baru.”
Kita akan bahas bagaimana cara menjangkau audiens luar negeri dengan teknik lookalike lintas negara!

Cara Menentukan Kapan Harus Matikan Campaign Lama dan Ganti dengan yang Baru


Halo teman-teman,

Salah satu dilema yang sering dialami advertiser Meta adalah ini:

“Kapan sebaiknya saya matikan campaign lama dan mulai yang baru?”

Terlalu cepat dimatikan — sayang datanya.
Terlalu lama dibiarkan — budget malah bocor terus.

Nah, supaya kamu nggak salah langkah, di artikel ini kita akan bahas cara mengenali tanda-tanda campaign sudah waktunya pensiun, dan kapan saat yang tepat untuk mulai campaign baru.


1. Lihat Data, Bukan Perasaan

Banyak advertiser terjebak di mindset “kayaknya udah nggak bagus deh iklannya”.
Padahal, feeling bukan alat ukur performa

Gunakan data objektif dari Ads Manager untuk menilai:

  • ROAS (Return on Ad Spend) turun >30% selama 5–7 hari berturut-turut

  • CTR (Click Through Rate) menurun drastis

  • Frequency terlalu tinggi (>5 untuk cold audience)

  • CPC (Cost per Click) naik tanpa peningkatan hasil

Kalau 2–3 indikator di atas terjadi bersamaan, itu tanda kuat campaign mulai “tua”.


2. Cek Fase Audience Fatigue

Iklan yang sama terus-menerus ditampilkan ke audiens lama bisa menyebabkan ad fatigue — audiens mulai bosan.

Ciri-cirinya:

  • Komentar negatif meningkat

  • Engagement turun

  • CPM naik walau budget sama

Kalau tanda-tanda ini muncul, artinya kamu harus refresh kreatif (ganti visual, headline, atau angle).
Kalau sudah di-refresh tapi hasil tetap jeblok, saatnya ganti campaign baru.


3. Jangan Matikan Campaign yang Masih Belajar

Kesalahan umum pemula: mematikan campaign yang baru jalan 2–3 hari karena “hasil belum kelihatan”.
Padahal di fase itu, algoritma Meta masih learning dan sedang mencari audiens terbaik.

➡️ Tunggu minimal 5–7 hari sebelum menilai campaign baru.
Kalau setelah itu data tetap stagnan, barulah kamu bisa pertimbangkan untuk mematikan dan ganti struktur.


4. Pertimbangkan Pola Musiman

Beberapa campaign bisa turun performanya bukan karena iklannya jelek, tapi karena pola musiman.

Contoh:

  • Produk fashion turun di awal bulan karena fokus orang ke kebutuhan pokok.

  • Produk edukasi meningkat menjelang tahun ajaran baru.

Kalau pola musiman jadi penyebab, jangan langsung matikan campaign, cukup pause sementara dan hidupkan lagi di waktu yang tepat.


5. Gunakan Strategi “Transition Campaign”

Alih-alih langsung matikan campaign lama, kamu bisa bikin transition campaign selama 3–5 hari.

Caranya:

  1. Buat campaign baru dengan setup yang lebih optimal.

  2. Jalankan bersamaan dengan campaign lama.

  3. Setelah campaign baru mulai stabil, matikan yang lama secara bertahap.

Strategi ini bikin transisi lebih halus dan data nggak putus mendadak, jadi algoritma tetap stabil.


6. Catat Data Sebelum Matikan Campaign

Sebelum menekan tombol “Off”, pastikan kamu simpan semua data penting:

  • CTR

  • CPM

  • ROAS

  • Biaya per hasil

Data ini penting banget buat bahan analisis ke depan.
Jangan sampai kamu kehilangan insight berharga cuma karena buru-buru mematikan iklan.


🎓 Webinar Digital Marketing Tingkat Lanjut

Kalau kamu pengen belajar lebih dalam tentang strategi menjaga performa campaign dan kapan harus scaling atau restart,
jangan lewatkan webinar eksklusif dari Yoshugi Media!

📅 Tanggal: Rabu, 29 November 2025
🕘 Waktu: 09.00 – 16.00 WIB
🎯 Topik: Mindset Pebisnis Online, Strategi Meta Ads, Funnel, dan Scaling
🎁 Bonus Eksklusif:

  • E-Course senilai Rp6.000.000

  • Video Recording

  • E-Certificate

  • Voucher Shopee Rp50.000

💸 Biaya pendaftaran: Rp100.000
👉 Daftar di sini: https://yoshugimedia.com/webinar-bisnis-online/


Kesimpulan:
Mematikan campaign bukan berarti gagal. Justru itu tanda kamu peduli pada efisiensi dan hasil.
Gunakan data sebagai kompas, bukan emosi, dan lakukan transisi dengan strategi yang rapi.

➡️ Artikel Sebelumnya: Kapan Waktu Terbaik Meluncurkan Iklan Baru di Meta Ads
➡️  Kembali ke Home: https://yoshugimedia.com/

Nantikan artikel berikutnya: “Strategi Lookalike Audience 2025: Cara Menemukan Pelanggan Baru dari Data Lama.”
Kita akan bahas cara memanfaatkan data lama untuk menggandakan potensi pasar baru!